Kisah hidup Ari Wibowo, bocah penderita penyakit Erythroderma, disorot oleh media asing. Berita soal bocah asal Kabupaten Tangerang itu diangkat oleh media Inggris, Daily Mail. Dengan cepat kabar itu dikutip oleh berbagai media internet dari berbagai negara.
Seperti yang dikutip dari dream.co.id, Laman Daily Mail, Rabu 24 September 2014, menyebut Ari Wibowo sebagai ‘Bocah Ular’. Itu tak lepas dari kondisi kulit akibat penyakit Erythroderma yang dia derita. Penyakit langka yang juga disebut ‘sindrom manusia merah’ itu menyebatkan kulit di seluruh tubuhnya seperti bersisik dan kemudian mengelupas.
Kulit di sekujur tubuh Ari akan mengering dan mengeras seperti sisik ular. Kemudian, setelah 41 jam atau dua hari, kulit di sekujur tubuh Ari, mulai ujung kaki hingga kepala itu akan mengelupas. Penyakit ini dia alami semenjak dilahirkan 16 tahun silam.
Untuk mencegah kulitnya mengering, Ari harus mengolesinya dengan pelembab setiap tiga jam sekali. Selain itu, dia harus berendam dalam air hangat -siang dan malam- setiap jam. Jika tidak diolesi pelembab atau berendam dalam air hangat, kulitnya akan mengeras. Akibatnya dia akan sulit untuk bergerak.
Menurut keluarga, saat dilahirkan dokter mengaku tidak memiliki peralatan untuk merawat Ari. Sehingga keluarga diminta untuk membawa pulang Ari tanpa perawatan.
Di tengah penyakit yang mendera itu, Ari mencoba tetap hidup normal layaknya orang lain. Dia tetap pergi mengaji seperti anak-anak lainnya. Namun, sebagaimana dilaporkan Daily Mail, tak ada sekolah yang mau menerimanya. Sebab para guru dan murid lainnya takut tertular penyakit yang diidap Ari.
Sejumlah orang yang membaca kisah hidup Ari di Daily Mail menilai bocah itu sangat mengagumkan. Sebab, Ari mampu bertahan hidup di bawah belitan kemiskinan dan penyakit seperti itu. “Saya harap ada website yang bisa menyumbangkan uang untuk pengobatannya,” tulis seorang pembaca asal Melbourne, Australia.
Ya, sejumlah orang mendoakan semoga bocah ini dipedulikan, mendapat bantuan untuk mengobati penyakitnya. Terutama dari mereka yang berkecukupan. “Tuhan Tolong anak ini,” tulis pembaca asal London.
“Dia harus menjadi inspirasi bagi semua untuk menjalani hidup kita dengan bahagia dan tidak memusingkan hal-hal kecil. Saya harap dia bisa diperiksa dengan baik oleh dokter Barat, bukan `dokter` desa,” demikian tulis pembaca Kanada.
Seperti yang dikutip dari dream.co.id, Laman Daily Mail, Rabu 24 September 2014, menyebut Ari Wibowo sebagai ‘Bocah Ular’. Itu tak lepas dari kondisi kulit akibat penyakit Erythroderma yang dia derita. Penyakit langka yang juga disebut ‘sindrom manusia merah’ itu menyebatkan kulit di seluruh tubuhnya seperti bersisik dan kemudian mengelupas.
Kulit di sekujur tubuh Ari akan mengering dan mengeras seperti sisik ular. Kemudian, setelah 41 jam atau dua hari, kulit di sekujur tubuh Ari, mulai ujung kaki hingga kepala itu akan mengelupas. Penyakit ini dia alami semenjak dilahirkan 16 tahun silam.
Untuk mencegah kulitnya mengering, Ari harus mengolesinya dengan pelembab setiap tiga jam sekali. Selain itu, dia harus berendam dalam air hangat -siang dan malam- setiap jam. Jika tidak diolesi pelembab atau berendam dalam air hangat, kulitnya akan mengeras. Akibatnya dia akan sulit untuk bergerak.
Menurut keluarga, saat dilahirkan dokter mengaku tidak memiliki peralatan untuk merawat Ari. Sehingga keluarga diminta untuk membawa pulang Ari tanpa perawatan.
Di tengah penyakit yang mendera itu, Ari mencoba tetap hidup normal layaknya orang lain. Dia tetap pergi mengaji seperti anak-anak lainnya. Namun, sebagaimana dilaporkan Daily Mail, tak ada sekolah yang mau menerimanya. Sebab para guru dan murid lainnya takut tertular penyakit yang diidap Ari.
Sejumlah orang yang membaca kisah hidup Ari di Daily Mail menilai bocah itu sangat mengagumkan. Sebab, Ari mampu bertahan hidup di bawah belitan kemiskinan dan penyakit seperti itu. “Saya harap ada website yang bisa menyumbangkan uang untuk pengobatannya,” tulis seorang pembaca asal Melbourne, Australia.
Ya, sejumlah orang mendoakan semoga bocah ini dipedulikan, mendapat bantuan untuk mengobati penyakitnya. Terutama dari mereka yang berkecukupan. “Tuhan Tolong anak ini,” tulis pembaca asal London.
“Dia harus menjadi inspirasi bagi semua untuk menjalani hidup kita dengan bahagia dan tidak memusingkan hal-hal kecil. Saya harap dia bisa diperiksa dengan baik oleh dokter Barat, bukan `dokter` desa,” demikian tulis pembaca Kanada.